Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murahini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya

” NKRI Harga Mati ” Namun Sudutkan Islam dan Pancasila, Apakah Ini Benar??

    

Selama menjalani kehidupan di dunia yang fana ini, saya mengalami dua masa ketika ungkapan atau jargon “NKRI harga mati” begitu sering diucapkan. Pertama, ketika masa pra dan pasca pembahasan asas tunggal Pancasila antara 1982-1987. Saat itu saya masih usia SD dan Sekolah Menengah Pertama dan tinggal nun jauh di kampung, Brebes. Saat itu negara memaksa untuk menyebabkan Pancasila sebagai asas tunggal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan UU Keormasan 1985, semua ormas Islam dipaksa mendapatkan asas tunggal Pancasila. Di ketika bersamaan, ketika itu pula tengah ramai apa yang disebut sebagai gerakan usrah, gerakan yang tidak mau hormat bendera maupun menyanyikan lagu Indonesia Raya. Saat itu jargon “NKRI harga mati” lantang dan begitu sering saya dengar. Begitu pun posisi Pancasila sebagai bentuk final ideologi bangsa Indonesia juga dikampanyekan secara masif.

Kedua, ketika ini, yaitu ketika umat Islam disudutkan secara terus menerus oleh kalangan sekularis-radikal dan kelompok islamophobia sebagai pihak yang patut dipertanyakan nasionalismenya, patut dipertanyakan ke-NKRI-annya. Dan jargon “NKRI harga mati” ini semakin menguat berkumandang menjelang dan pasca Pilkada Jakarta. Jargon “NKRI harga mati” benar-benar dijadikan dan dimanfaatkan sebagai alat kampanye untuk menyudutkan kelompok Islam yang dipersepsi secara konyol oleh mereka sebagai anti-NKRI dan anti-Pancasila, suatu persepsi yang tentu sangat ahistoris. Bagaimana mungkin umat Islam anti-NKRI dan anti-Pancasila, wong yang berperang merebut kemerdekaan Indonesia dan merumuskan Pancasila sebagai ideologi Negara yakni –mayoritas– umat Islam.

Bagi saya, jargon “NKRI harga mati” itu jargon yang abstrak alias konyol. Majapahit yang kekuasaannya menusantara hancur berantakan, Sriwijaya kini tinggal puing-puing sejarah, Persia yang gagah perkasa hancur tak terkira, Imperium Romawi tinggal kenangan, Daulah Usmaniyah Turki juga tinggal kenangan sejarah, Uni Sovyet terpecah belah sesudah sekitar 70 tahun lebih menjadi negara besar, Yugoslavia hancur berantakan. Kalau Tuhan memang mau sebuah bangsa harus hancur berantakan, kemudian kita mau apa? Mau melawan sunatullah? Bukan sesuatu yang sulit bagi Allah untuk menghancurkan sebuah Negara.

Namun kalau merujuk pada QS. Al-Isra: 16, maka Allah menegaskan bahwa Allah tidak akan menghancurkan sebuah negara tanpa sebab. Makara penghancuran negara oleh Allah tetap berlangsung dalam koridor aturan kausalitas, alasannya dan akibat, bukan ujug-ujug: Waidza aradna annuhlika qaryatan amarna mutrafiha fafasaku fiha fahaqqa alaihal qawlu fadammarnaha tadmira (tadmiiran). “Dan kalau Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup glamor di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melaksanakan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.

Ayat ini semestinya harus dicamkan baik-baik oleh seluruh bangsa Indonesia, terutama elit politik negeri ini. Ayat ini menegaskan bahwa kalau Allah menghendaki sebuah bangsa atau negara hancur, maka Allah akan membiarkan bangsa ini, terutama para elitnya untuk berbuat sesukanya. Lalu Allah mengingatkannya melalui mereka yang “diutus” membawa kebenaran, tetapi mereka (para elit) ini mengabaikan peringatannya. Mereka tetap saja korup, tetap saja menjual bangsanya dengan harga yang begitu murah, tetap saja menjarah kekayaan negara, tetap saja mempetontonkan nafsu serakahnya, dan bahkan besar hati dengan “kemaksiatan horizontal” yang diperbuatnya, maka kehancuran bangsa atau negara Indonesia hanya soal waktu saja.

Bisa dipastikan, ketika elit negeri ini berperilaku ibarat digambarkan oleh QS. Al-Isra: 16, maka kehancuran NKRI hanya tinggal soal waktu saja kok. Karenanya tidak penting teriak-teriak “NKRI harga mati” kalau itu hanya sekadar menjadi jargon murahan atau bahkan sekadar “jualan jargon”. Tak akan berarti apapun teriak-teriak hingga berbusa-busa bahwa “NKRI harga mati”, sementara di ketika bersamaan justru sikap bangsa ini, terutama elitnya yang ditopang dan menerima pembenaran dari ahli-ahli agama justru secara faktual mencabik-cabik NKRI dan Pancasila dengan sikap korup dan amoralnya.

Kalau memeriksa praktek dan cara pengelolaan negara ketika ini yang begitu korup, saya menduga berpengaruh bahwa masifnya kampaye jargon “NKRI harga mati” yang terjadi akhir-akhir ini tidak murni dilandasi oleh niatan nrimo untuk memperbaiki negeri ini, tidak murni pula dilandasi oleh realitas adanya bahaya terhadap NKRI dan Pancasila. Tapi sebaliknya, sengaja dihembuskan untuk menjadi daerah tunjangan bagi mereka yang selama ini sejatinya telah secara terang-terangan merongrong dan merusak NKRI dan Pancasila. Persis ibarat maling teriak maling.

Supaya kedok dan kebejadannya dalam melaksanakan pengrusakan terhadap NKRI dan Pancasila ini berlangsung tepat dan tanpa gangguan, maka jargon “NKRI harga mati” dijadikan sebagai alat politik yang berwajah ideologis untuk menghantam lawan-lawan politik yang akan mengganggu pengrusakan sistematis yang tengah mereka lakukan atas NKRI ini.

Sekali lagi, sangat tidak mutu menyebabkan “NKRI harga mati” sebagai jargon di kala dalam realitas praksisnya justru banyak elit negeri ini yang melacurkan NKRI dan Pancasila untuk memenuhi nafsu serakahnya. “NKRI harga mati” itu jargon abstrak alias konyol!!!

Oleh Ma’mun Murod Al-Barbasy
Direktur Pusat Studi Islam dan Pancasila (PSIP)
FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta

Source: sangpencerah.id

0 komentar:

Posting Komentar

 
Top